Seandainya
manusia punya sedikit sifat Tuhan yaitu memaafkan.
Mungkin
aku tidak akan merasa terus bersalah seperti ini.
Seandainya
bisa, aku ingin mengutar waktu.
Kembali
ke waktu itu, dan mengubah apa yg mau aku ubah.
Sesungguhnya,
aku tidak sanggup dengan kenyataan ini.
Tapi nyatanya
tak bisa, aku harus menghadapi kenyataan.
Itu semua
salahku.
Kesalahan
yang tidak diberi kesempatan untuk diperbaiki.
Tuhan,
aku teringat janjiku pada-Mu.
Hari itu,
hari ketika aku bertemu dengannya untuk pertama kali.
Masih ingatkah
aku mengatakan apa?
“Ya
Tuhan, jangan biarkan aku menyakiti orang ini”
Tapi apa
yg terjadi?
Aku menyakitinya.
Hukum
aku, Tuhan.
Aku sudah
melanggar janjiku yang kubuat sendiri.
Tapi,
apa harus hukuman ini yang kudapat?
Kenapa
Kau tidak membiarkanku untuk memperbaikinya? Memulai dari awal?
Apa karena
kau takut aku akan membawanya ke hal yang tidak baik?
Tuhan,
aku menyayanginya. Aku mencintainya.
Mungkin
saat ini -dan seterusnya, aku
membutuhkannya.
Sebagai
pendamping hidup dan penjagaku layaknya seorang ayah.
Siapa lagi
yang bisa menjagaku saat ini?
Ayah
telah tiada, keluarga jauh disana.
Siapa lagi
yang bisa memberikan kasih sayang yg tulus seperti keluargaku disini?
Tapi kalau
memang ini caraMu, aku terima.
Aku tahu
ini keputusan yang terbaik.
Tapi,
mengapa sampai saat ini aku masih bersedih?
Yang perlu
ia tahu (seharusnya),
Aku tidak
akan menyakitinya –bahkan membawanya seperti diriku
Karena
aku mencintainya tulus karena-Mu.
Aku melihat
seorang imam, pemimpin, ayah didalam dirinya.
Apa mungkin
aku akan melukai orang seperti itu?
Sepertinya
tidak.
Pada akhirnya,
aku sadar, tidak ada manusia yang sempurna.
Tuhan,
maafkan aku.
dan
maafkan aku juga ***.
Aku mencintaimu.